Monday, December 1, 2014

Kisah ekspedisi Dzulqarnain, uji validitas kerasulan Muhammad

Selama ribuan tahun, masyarakat Mekkah memahami agama warisan Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail yang sudah tercampur aduk dengan paganisme. Sebagian tata cara ibadah peninggalan Ismail masih dilakukan oleh mereka, semacam tawaf dan hajji. Pemahaman mereka terhadap masalah ketuhanan juga telah bercampur aduk dengan paham paganisme. Patung-patung yang didesain dari batu, kayu, adonan tepung roti, dan bahan lainnya mereka gunakan sebagai media untuk mendekatkan diri kepada Allah. Mereka juga menempatkan ratusan patung di dalam ka’bah yang mereka yakini bisa semakin mendekatkan mereka kepada Allah dalam ritual ibadah.

Ketika Muhammad menyatakan klaim nya sebagai Rasul yang diutus oleh Allah sebagaimana Allah mengutus Musa dan Isa, para pembesar Mekkah mengirim utusan ke Yatsrib (Madinah) untuk menemui rabi/rahib Yahudi guna menanyakan perihal kerasulan Muhammad. Para rabi/rahib Yahudi Madinah memberitahu utusan Mekkah tersebut untuk menanyakan tiga hal yang hanya bisa dijawab dengan benar oleh Rasul Allah. Jika Muhammad bisa menjawabnya maka dia memang benar Rasul Allah sebagaimana Musa dan Isa.


Tiga pertanyaan itu adalah tentang sekelompok pemuda yang mengasingkan diri dari kaumnya, tentang pengembara yang melakukan ekspedisi ke ujung barat dan ujung timur, dan tentang ruh.

Allah menurunkan wahyu kepada Muhammad untuk menjawab ketiga pertanyaan tersebut dalam surah Al-Isra dan surah Al-Kahf.

Pengembara yang melakukan ekspedisi ke ujung barat dan ujung timur itu disebutkan dalam surah Al-Kahf sebagai Dzulqarnain (Dhu Al-Qarnayn).


83 Mereka akan bertanya kepadamu (wahai Muhammad) tentang Dzulqarnain. Katakanlah: "Aku akan bacakan kepadamu sebagian cerita tentangnya".

84 Sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan kepadanya di (muka) bumi, dan Kami telah memberikan kepadanya jalan (untuk mencapai) segala sesuatu.

Siapakah sebenarnya Dzulqarnain ini? Mengapa juga para rabi/rahib Yahudi menjadikan kisah Dzulqarnain ini sebagai uji validitas kerasulan Muhammad? Tentunya bukan tanpa alasan. Muhammad mengklaim sebagai Rasul Allah sebagaimana Musa dan Isa bin Maryam, maka logikanya wahyu yang diterima oleh Muhammad haruslah ada keterkaitan dengan wahyu yang tercantum dalam kitab-kitab sebelumnya.


Kaum Yahudi pastilah memiliki informasi tentang Dzulqarnain, nama ini bukanlah nama yang asing bagi mereka. Namun ketika menanyakan kepada Muhammad mereka tidak menyebutkan nama “Dzulqarnain”, melainkan “seorang pengembara yang melakukan perjalanan ke barat dan ke timur”.


Allah-lah yang membuka tabir dari pertanyaan ini, karena memang Allah mengetahui siapa sebenarnya yang dimaksud dengan tokoh yang ditanyakan oleh para rahib Yahudi tersebut.

Nama Dzulqarnain memiliki kesan tersendiri bagi kaum Yahudi, karena nama ini tercantum dalam kitab mereka. Dan tokoh yang disebut sebagai “Dzulqarnain” (dua tanduk) ini adalah tokoh yang berjasa dalam pembebasan kaum Bani Israel dari perbudakan Babilonia. Tokoh ini juga yang membangun kembali kuil Sulaiman pasca dihancurkan oleh Babilonia pada tahun 587SM.

Siapakah Dzulqarnain (si dua tanduk) yang dimaksud oleh para rahib Yahudi ini? Dia adalah Raja Cyrus/Koresh/Gorush/Gorah/Kura (559-530SM) penguasa Medes. Nama ini tercantum dalam alkitab, si dua tanduk (Dzulqarnain) disebutkan oleh Nabi Daniel. Berikut kutipan ayat alkitab tersebut:


Daniel 8 New International Version (NIV)

Daniel’s Vision of a Ram and a Goat
8 In the third year of King Belshazzar’s reign, I, Daniel, had a vision, after the one that had already appeared to me. 2 In my vision I saw myself in the citadel of Susa in the province of Elam; in the vision I was beside the Ulai Canal. 3 I looked up, and there before me was a ram with two horns, standing beside the canal, and the horns were long. One of the horns was longer than the other but grew up later. 4 I watched the ram as it charged toward the west and the north and the south. No animal could stand against it, and none could rescue from its power. It did as it pleased and became great.

A ram with two horns atau domba jantan dengan dua tanduk dalam mimpi Nabi Daniel ini selanjutnya dengan jelas disebutkan dalam ayat ke-20.



The Interpretation of the Vision

15 While I, Daniel, was watching the vision and trying to understand it, there before me stood one who looked like a man. 16 And I heard a man’s voice from the Ulai calling, “Gabriel, tell this man the meaning of the vision.”
17 As he came near the place where I was standing, I was terrified and fell prostrate. “Son of man,”[b] he said to me, “understand that the vision concerns the time of the end.”
18 While he was speaking to me, I was in a deep sleep, with my face to the ground. Then he touched me and raised me to my feet.
19 He said: “I am going to tell you what will happen later in the time of wrath, because the vision concerns the appointed time of the end.[c] 20 The two-horned ram that you saw represents the kings of Media and Persia. 21 The shaggy goat is the king of Greece, and the large horn between its eyes is the first king. 22 The four horns that replaced the one that was broken off represent four kingdoms that will emerge from his nation but will not have the same power.


Yang dimaksud dengan “si dua tanduk” dalam mimpi Nabi Daniel adalah Raja Medes (Media) dan Persia, yakni Raja Cyrus yang berhasil menyatukan Medes dan Persia dalam satu kekuasaan.


Terbongkar sudah teka-teki para Rahib Yahudi untuk menguji validitas kerasulan Muhammad. Allah mewahyukan kepada Nabi Muhammad tentang cerita “si dua tanduk” ini.


Dr. Adnan Ibrahim, cendekiawan muslim dari Palestina menjelaskan dengan gamblang dalam kuliahnya tentang identifikasi Dzulqarnain dan pentingnya memahami kisah ekspedisinya dengan mengaitkan informasi yang telah dipahami oleh bangsa Yahudi Bani Israel. Beliau sependapat dengan Abul Kalam Azad (seorang ulama dan politikus yang pernah menjabat sebagai menteri pendidikan India pada periode 1947-1958), yang mengidentifikasi Dzulqarnain sebagai Cyrus the great. Hujjah yang disampaikan sangatlah kuat dan insyaa Allah lebih membawa kita mendekati kebenaran sebagaimana yang dimaksud dalam ayat Quran.


Dzulqarnain adalah seorang penguasa yang beriman, bijaksana, tidak memerangi negara lain kecuali diserang terlebih dahulu, menerapkan hukum dengan adil, menundukkan wilayah lain tanpa melakukan genosida atau pembantaian massal, tidak menerima pembayaran upeti atau upah atas kebijakan yang dilakukan, membebaskan kaum lain yang tertindas oleh penguasa zhalim. Berbagai sifat yang luar biasa ini kesemuanya ada pada diri Cyrus the great, dan menjadikannya satu-satunya kandidat yang pas untuk diidentifikasi sebagai Dzulqarnain.


Lalu, benarkah Raja Cyrus pernah melakukan ekspedisi hingga selat Bosphorus? Tidak salah lagi, catatan sejarah membuktikan bahwa daerah Lydia di Asia Minor, yakni wilayah Turki modern dan sekitarnya yang dikelilingi oleh Laut Hitam, Laut Marmara, Laut Aegean dan Laut Mediterania termasuk dalam kekuasaan Raja Cyrus. Dan ekspedisi penaklukan wilayah ini diceritakan dalam surah Al-Kahf ayat 85-88.


85 maka diapun menempuh suatu jalan.

86 Hingga apabila dia telah sampai ketempat terbenam matahari, dia melihat matahari terbenam di dalam laut yang berlumpur hitam, dan dia mendapati di situ segolongan umat. Kami berkata: "Hai Dzulqarnain, kamu boleh menyiksa atau boleh berbuat kebaikan terhadap mereka.
87 Berkata Dzulqarnain: "Adapun orang yang aniaya, maka kami kelak akan mengazabnya, kemudian dia kembalikan kepada Tuhannya, lalu Tuhan mengazabnya dengan azab yang tidak ada taranya.
88 Adapun orang-orang yang beriman dan beramal saleh, maka baginya pahala yang terbaik sebagai balasan, dan akan kami titahkan kepadanya (perintah) yang mudah dari perintah-perintah kami"

Ayat yang menyebutkan Dzulqarnain "melihat matahari terbenam di dalam laut yang berlumpur hitam" tidak pas jika diartikan Dzulqarnain melihat matahari terbenam di laut tersebut, melainkan Dzulqarnain berada di tepian laut ini dan melihat matahari terbenam di sore hari. Lanjutan ayatnya menyebutkan "wajada 'indahaa qauman" (dan dia menjumpai di situ segolongan ummat/kaum). Di mana Dzulqarnain menjumpai ummat/kaum ini? Di dekat matahari ataukah di dekat laut? Tentu saja di dekat laut, karena memang matahari tidaklah tenggelam di lautan.

Para pendebat Quran menjadikan ayat ini sebagai bukti untuk menunjukkan bahwa Quran tidak ilmiah. Mana mungkin matahari terbenam ke dalam lautan berlumpur hitam? Sebenarnya mereka ini hanyalah melemparkan bumerang ke akal mereka sendiri. Istilah matahari terbenam dan terbit adalah istilah keumuman yang dipakai oleh mayoritas manusia yang menghuni bumi. Bahkan di era modern saat ini dimana sains telah membuktikan bahwa sebenarnya matahari tidaklah terbit dan terbenam, kita pun juga masih menggunakan istilah matahari terbit dalam komunikasi sehari-hari. Lihat saja berita di media massa, sampai detik ini istilah yang digunakan tetap saja "matahari terbit" dan "matahari terbenam".

Berikut ini contoh penggunaan istilah "matahari terbit" di website CNN, salah satu media massa populer di kalangan para modernis. Bagaimana mungkin di zaman modern dengan kemajuan sains yang ada kok masih juga menyatakan "matahari terbit"? Bukankah ini juga tidak ilmiah? Trus, mengapa para pendebat Quran menggunakan standard ganda dengan menjustifikasi Quran tidak ilmiah sementara di saat yang sama mereka biasa saja menggunakan istilah yang tidak ilmiah?





Kembali kepada pembahasan lokasi ekspedisi awal, tempat yang dituju Dzulqarnain yang disebut "ainin hami'at" telah kita identifikasi sebagai selat Bosphorus dengan karakteristik unik sungai bawah laut yang mengalirkan lumpur hitam. Di tepian selat inilah kemungkinan Dzulqarnain melihat matahari terbenam, alias rombongan ekspedisinya sampai di tempat ini pada petang hari di saat terbenamnya matahari.

16 comments:

  1. Masuk akal juga ! Tapi bagaimanapun tokoh ini masih misteri hanya allah yg lebih tau

    ReplyDelete
  2. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  3. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  4. Mari kita bahas, menurut kaidah shorof. Hami'atun, berbentuk muannast, isim jenis pr. Berasal dari kata ha mim dan hamzah-ya, arti kata fiil tersebut menurut almmany.com adalah: "be-angry with", "be mad at", "mud-laden fluid" (atau cairan kental lumpur)

    ReplyDelete
  5. "Ainun", merupakan isim masdhar, asal katanya adalah mata, disini menjadi "penglihatan" karena berbentuk masdhar.
    "Taghrubu", fiil mudhari, kata kerja. Bentuk dasar adalah ghain ra ba, artinya: "depart", "go-away", "leave", "go down".
    "Wajada", bentuk fiil madhi, artinya mendapati, mendeteksi

    "Hum, him, ha, hi" adalah isim dhamir, pengganti
    "fii" = di (tempat)

    Jadi kalau kalimat: "Wajada ha taghrubu fii Ainin Hamiatin"
    Bentuk kalimat: Jumlah fiiliyah"
    Dia (dhulqarnain) mendapati, ha (yg dimaksud matahari itu, dari kalimat sebelumnya), fii Ainin Hamiatin, di penglihatan mata seolah olah dalam cairan gelap kental (mirip seperti berlumpur)
    Ainin Hamiatin merupakan konfigurasi "Naat" dalam nahwu, yang menjelaskan kata didepannya "Ainin", penglihatan apa? penglihatan dalam kentalnya cairan yg gelap (lumpur).
    Ada penggunaan kata fii, artinya di mengacu suatu tempat. Tempat yang Ainin Hamiatin. Ainin dikastrohkan oleh fii dan Hamiatin mengikuti kastroh karena kata didepannya Ainin juga kastroh

    ReplyDelete
  6. Jadi kalau kalimat: "Wajada ha taghrubu fii Ainin Hamiatin"
    Dia (dhulqarnain) mendapati matahari itu , taghrubu, meninggalkan /pergi kemudian diikuti keterangan fii Ainin Hamiatin, di penglihatan mata seolah olah gelap, seolah olah melihat dalam cairan yang kental (gelap, berlumpur).

    Bisa dibuat suatu hipotesa, bahwa tempat tersebut, adalah suatu tempat yang pada saat itu (saat dhulqarnayn tiba dan tinggal disana (tentunya tidak hanya berapa jam, mungkin berhari hari atau berminggu minggu), Dia melihat matahari meninggalkan tempat itu, atau matahari tak terlihat selama ia disana, atau matahari hanya terlihat "pendaran" nya saja dari balik Tanah disana, jadi kelihatannya gelap, seperti matahari terhalang terus. Adakah tempat itu?????
    Di bumi ini hanya ada dua kemungkinan, yaitu daerah daerah dekat lingkar artik dan daerah daerah dekat lingkar antartika. Nah, silahkan melihat video matahari di daerah lingkar kutub tersebut. Sesuaikah??? Saat musim panas, matahari tak pernah tenggelam, bagaimanakah saat musim dingin? Apakah matahari terlihat? Berapa bulan?

    ReplyDelete
  7. https://www.youtube.com/watch?v=0HXWHD1wTL0

    ReplyDelete
  8. https://www.youtube.com/watch?v=vJe_SVgFBh0

    ReplyDelete
  9. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  10. Lalu menurut bpk el suhairi, siapa dong Dzulkarnain itu ? Tolong pendapat anda di sertakan argumen yg jelas&ilmiah juga, maaf, bukan hanya untuk menjatuhkan pendapat org lain !

    ReplyDelete
  11. Lalu menurut bpk el suhairi, siapa dong Dzulkarnain itu ? Tolong pendapat anda di sertakan argumen yg jelas&ilmiah juga, maaf, bukan hanya untuk menjatuhkan pendapat org lain !

    ReplyDelete
  12. Quran itu telah Allah permudah untuk dijadikan pelajaran...
    Jangan dipersulit dengan kaidah shorof, karena bagi saya yg awam dengan melihat akar katanya saja kita sudah tahu apa yg dimaksud Quran...

    "hattaa idzaa balago magribas syamsa wajadahaa tagrubu fii aynin hamiah"

    hingga
    pabila
    sampai
    ke barat
    matahari
    didapatinya
    tenggelam(tagrub satu akar kata dgn magrib; menjauh kebarat)
    kedalam
    mata air
    lumpur hitam

    matahari tenggelam ke laut hitam adalah pandangan yg wajar bagi penglihatan manusia...
    namun sebenarnya ini adalah perspektif dari penglihatan manusia, yg mana benda semakin menjauh akan semakin mengecil dan menghilang dikarenakan keterbatasan mata manusia

    ReplyDelete
  13. yg menjadi permasalahannya adalah seperti yg dibuat oleh penulis blog, yakni....

    pemilihan kata yg digunakan Quran mengenai "aynin" dan bukannya "bahar".

    ini sangat menarik karena setelah saya lihat di map memang posisi laut hitam itu tidak langsung bermuara kesamudera melainkan, ia seperti sebuah mata air yg berada ditengah2 daratan sebelum diteruskan ke laut mediterania...

    beda dengan kisah pertemuan 2laut seperti kisah Musa dan Qidr, disana Allah menggunakan kata "bahr"...

    ReplyDelete
  14. sedangkan pendapat anda Suhairy... menurut saya sangat rancu bahkan terkesan jauh dari kebenaran...

    artik dan antartika itu bukan tempat dibarat (magrib) ^^

    hebat sekali apabila perjalanan kebarat busa sampai ke artik/antartika dibelahan bumi utara dan selatan...

    ReplyDelete
  15. sedangkan pendapat anda Suhairy... menurut saya sangat rancu bahkan terkesan jauh dari kebenaran...

    artik dan antartika itu bukan tempat dibarat (magrib) ^^

    hebat sekali apabila perjalanan kebarat busa sampai ke artik/antartika dibelahan bumi utara dan selatan...

    ReplyDelete
  16. jngan kan kebarat dia adalah waliyulloh.....

    jika Alloh mau siapa yang mampu menolakNya.?

    ReplyDelete