Tuesday, December 9, 2014

Benarkah Yakjuj Makjuj dipenjara dalam tembok besi?


Salah satu mitos tentang Yakjuj Makjuj adalah "mereka sekarang masih terpenjara dalam tembok besi dan akan keluar di akhir zaman nanti". Saya menyebut pendapat ini sebagai mitos karena memang pendapat ini bertentangan dengan ayat Quran. Tidak ada satupun ayat Quran yang menyebutkan bahwa Yakjuj Makjuj dipenjara dalam tembok besi yang dibangun Dzulqarnain. Konstruksi tembok yang dijelaskan dalam ayat Quran bukanlah konstruksi sebuah penjara, melainkan konstruksi sebuah dam di tempat terbuka yang menutup celah antara dua tebing di kanan-kirinya.

Metode dalam Islam yang in-syaa-Allah lebih kuat dalam berhujjah adalah jika kita menemui hadits yang bertentangan dengan ayat Quran, maka kita berpegang kepada ayat Quran dan merevisi pemahaman kita terhadap hadits tersebut. Bisa jadi hadits itu mengandung makna simbolik, atau bahkan bukan perkataan asli Rasulullah. Salah satu hadits masyhur dalam bahasan ini adalah hadits yang menyebutkan bahwa Yakjuj Makjuj setiap hari menggali atau melobangi tembok penjara besi hingga mereka berhasil mempertahankan lobangnya setelah pemimpin mereka mengucap "in-syaa-Allah", (sebelumnya lobang yang mereka buat tertutup kembali keesokan harinya dan temboknya semakin bertambah kuat). Setelah itu Yakjuj Makjuj akan keluar kepada manusia, mengalir dari berbagai tempat yang tinggi, rombongan pertama melewati danau Tabariyah dan meminum habis airnya, hingga rombongan terakhir mengatakan "dulu di sini pernah ada air".

Berdasar hadits tersebut banyak yang meyakini bahwa sampai sekarang Yakjuj Makjuj masih dipenjara dalam tembok besi yang dibangun Dzulqarnain, tembok tersebut masih berdiri kokoh, dan hancurnya tembok hanya akan terjadi di akhir zaman nanti setelah pemimpin Yakjuj Makjuj mengatakan "in-syaa-Allah". Pendapat mereka ini diperkuat lagi dengan hadits tentang turunnya Isa Almasih yang akan membunuh Dajjal, kemudian setelah itu Allah akan mengirim Yakjuj Makjuj yang hanya bisa dikalahkan oleh Allah sendiri.

Trus, benarkah keyakinan ini? Tentu saja "ya" menurut mereka yang meyakininya. Namun beberapa hal berikut dapat dijadikan pertimbangan sebelum kita ikut-ikutan meng-amin-kannya.

  • Jika Yakjuj Makjuj hanya akan keluar di akhir zaman nanti (menjelang kiamat), berarti tembok besi hari ini masih kokoh dan semakin bertambah kuat. Ini adalah kesimpulan logis dari bunyi hadits itu, karena sebelum pemimpin Yakjuj Makjuj mengucap "in-syaa-Allah" lobang itu akan terus menutup kembali dan temboknya makin bertambah kuat. Hal ini bertentangan dengan hadits yang lebih shahih yang diriwayatkan dari jalur Zainab binti Jahsy dimana Rasulullah menyebutkan "hari ini telah terbuka radm Yakjuj Makjuj sebesar ini (sambil membuat isyarat lingkaran dengan dua jari)".
  • Di hadits tersebut diceritakan rombongan terakhir yang melewati danau Tabariyah berkata "di sini dulunya ada air". Bagaimana mungkin rombongan tersebut mengetahui kalau di danau tersebut pernah ada airnya? Bukankah mereka baru saja keluar dan rombongan pertama langsung meminum habis airnya? Rombongan terakhir belum pernah melewati danau tersebut sebelumnya. Jadi informasi ini konflik dengan informasi dalam hadits ini sendiri.
  • Hadits tentang dikirimnya Yakjuj Makjuj di akhir zaman menggunakan redaksi "wa ba'atsallah" (dan Allah membangkitkan/mengirim), dan tidak menggunakan kalimat "akhrajallah" (Allah mengeluarkan) ataupun "fatahallah" (Allah membukakan). Sementara hadits dan ayat yang menyebutkan terbukanya radm Yakjuj Makjuj menggunakan redaksi kalimat "futihat" (telah dibuka/telah terbuka). Tentunya dua kalimat ini berbeda arti. Allah akan mengirim Yakjuj Makjuj di akhir zaman nanti tidaklah bisa diartikan bahwa mereka hanya akan keluar pada saat itu. Yakjuj Makjuj adalah sebuah bangsa yang tentunya jumlah manusianya sangat banyak, mereka terus berkembang dari generasi ke generasi. Akan lebih pas jika dipahami bahwa yang dikirim oleh Allah di akhir zaman nanti adalah generasi keturunan Yakjuj Makjuj pada masa itu, dan bukan Yakjuj Makjuj yang diceritakan pada masa Dzulqarnain.
  • Hadits ini secara jelas bertentangan dengan ayat Quran yang mengisahkan ekspedisi Dzulqarnain. Radm tersebut tidaklah memenjarakan Yakjuj Makjuj, melainkan menutup akses Yakjuj Makjuj sehingga mereka tidak bisa memasuki wilayah kaum yang tinggal di antara dua gunung. Sesuai analisis yang telah kita kaji, dengan ditutupnya celah Darial Gorge ini maka bangsa Yakjuj Makjuj yang mendiami kawasan sebelah utara pegunungan Caucasus mutlak tidak bisa memasuki wilayah Asia Tengah melalui jalur pintas ini. Bangsa Yakjuj Makjuj yang pada masa tersebut diidentifikasi sebagai suku barbar Scythia dan Cimmeria tidak bisa lagi menggunakan jalur ini. Satu-satunya jalur darat yang tersisa adalah melalui Caspian Gates (Derbent) di ujung timur pegunungan Caucasus. Dzulqarnain tidaklah khawatir terhadap jalur timur ini karena memang di situ telah dibangun benteng pertahanan dibawah kekuasaan Persia. Pasukan penjaga selalu siap siaga di benteng ini, berbeda dengan celah Darial Gorge yang lokasinya sempit dan terisolasi yang tidak memungkinkan untuk menempatkan pasukan penjaga. Tentunya pertimbangan logistik dan lokasi sangat dipahami secara matang oleh Dzulqarnain, sehingga keputusan membangun radm adalah sebuah ide cemerlang yang bisa menjamin keamanan wilayah sebelah selatan Caucasus dalam jangka panjang.

Berdasar pertimbangan ini, adalah hal yang aneh jika kita bersikukuh mempertahankan pendapat yang bertentangan dengan hadits yang lebih shahih dan bahkan bertentangan dengan ayat Quran. Jangan-jangan selama ini kita salah dalam memahami hadits tersebut. Tidak seharusnya jika sebuah informasi yang bertentangan dengan hadits lain yang lebih shahih dan bahkan bertentangan dengan ayat Quran lantas kita jadikan dasar untuk menggugurkan pendapat lainnya. Konsekuensinya, kita harus mengoreksi kembali pemahaman kita terhadap hadits tersebut. Tidak menutup kemungkinan informasi di dalamnya bersifat simbolik, semacam hadits yang menceritakan kendaraan Dajjal berupa keledai terbang dengan telinga melebar ke kiri dan kanan, dan kecepatannya seperti awan ditiup angin. Apakah akan kita telan mentah-mentah hadits ini dan kita tunggu munculnya keledai terbang?

Menelan teks hadits secara mentah-mentah, dan membabi buta dalam mempertahankannya tanpa mempedulikan hujjah lain adalah tindakan yang benar-benar aneh. Bahkan ketika kita memiliki hujjah terkuat berupa ayat Quran sekalipun tidak menutup kemungkinan akan membuat sebuah kesimpulan yang salah jika hanya menggunakan ayat itu secara isolatif dan tidak mempedulikan ayat lainnya. Kesalahan menyimpulkannya bisa sangat fatal.

Allah telah mengajarkan kepada kita bahkan di halaman awal mushaf Quran ketika kita menemui ayat dalam surah Al-Baqarah yang menyebutkan "Dan ketika Kami perintahkan kepada para malaikat untuk bersujud kepada Adam, maka bersujudlah mereka kecuali Iblis" (QS.2:34). Anggap saja kita tidak mengetahui informasi apapun mengenai Iblis, kemudian kita membaca ayat ini dan langsung membuat kesimpulan, maka berdasar teks ayat tersebut kita bisa simpulkan bahwa Iblis adalah malaikat karena memang ayatnya menyebutkan bahwa Allah memerintahkan kepada para malaikat. Bukankah ini kesimpulan yang logis dan berdasar ayat Quran? Ya, tentu saja. Namun kesimpulan yang kita buat ternyata salah total. Di ayat lain Allah menjelaskan bahwa malaikat hanya melakukan apa yang diperintahkan kepada mereka "wa yaf'aluuna maa yu'maruun" (QS.16:50). Karena Iblis membangkang perintah Allah maka tidak mungkin dong jika dia ini malaikat. Kemudian, ketika kita lanjutkan mencari ayat lain, ternyata kita temukan fakta yang berbeda dengan kesimpulan pertama tadi. Allah secara jelas menyebutkan "kaana minal jinn, fafasaqa 'an amri rabbih" (QS.18:50), Iblis adalah dari bangsa jin dan dia fasik terhadap perintah Tuhannya.

Cara paling aman dalam berhujjah adalah kita kumpulkan dulu sebanyak mungkin dalil yang terkait dengan topik yang dibahas, setelah itu prioritaskan menggunakan dalil ayat-ayat Quran, selanjutnya hadits-hadits yang shahih, dan kemudian pertimbangkan pendapat para sahabat, tabi'in dan para ulama. Trus bagaimana dengan pendapat saya yang menyatakan bahwa tembok Yakjuj Makjuj telah hancur, benarkah? Wallahu a'lam, hanya Allah yang Mengetahui kebenaran sesungguhnya. Saya hanya mencoba menampilkan argumen dengan berbagai hujjah yang telah dipaparkan di depan, dan sebenarnya ini bukanlah pendapat yang baru. Banyak dari kalangan ulama yang juga meyakini bahwa tembok tersebut telah hancur, semacam Syaikh Imran Hosein dan Dr. Adnan Ibrahim. Jangankan kalangan ulama, Rasulullah sendiri sudah menyebutkan bahwa radm tersebut telah terbuka dan keburukan telah mendekat.

Secara logis, pendapat yang meyakini bahwa tembok Yakjuj Makjuj masih berdiri kokoh haruslah mampu membuktikan keberadaannya. Tidak mungkin kan kita mengklaim bahwa temboknya masih ada, sementara kita tidak memiliki hujjah yang kuat, dan bukti secara fisik pun juga tidak bisa kita tampilkan? Tembok tersebut bukanlah sesuatu yang ghaib atau immateri, ayat Quran dengan jelas menceritakan konstruksi dan proses pembuatannya. Jika berbagai asumsi yang telah saya sampaikan dirasa tidak logis dan tidak bisa diterima akal sehat, maka siapapun yang tidak setuju dengan pendapat ini silakan saja menampilkan argumen yang lebih valid, tentu saja dengan disertai hujjah dan bukan hanya sekedar memvonis salah.

6 comments:

  1. Yang perlu ditegaskan dalam hal ini adalah:
    1) Al-Quran adalah sumber kebenaran mutlak. Jadi apa yang ditulis oleh ayat al-quran pasti benar. Karena Al-Quran adalah firman Allah, dipelihara dan tidak terdistorsi
    2) Adapun manusia karena keterbatasan indera, keterbatasan akal pemikiran, maka kebenaran yang dihasilkan oleh manusia bersifat relative. Karena pengamatan dari indera manusia terbatas, dengan pemikiran terbatas pula, maka secara logika adalah "kebenaran relative" atau kebeneran yang hanya pada "satu atau beberapa sisi pandang"
    3) Jika misalnya manusia mempelajari suatu sumber "kebenaran yang mutlak", misalnya alam, jagat raya, maka belom tentu juga hasil pemikirannya mempunyai hasil kebenaran tinggi, tetap dalam kateogy "kebenaran relative" tetapi berunsur lebih naik sedikit.
    Begitu juga jika mempelajari sesuatu berkategory "kebenaran mutlak" seperti Al-Quran, maka manusia yang mengamati dan mengeluarkan hasil pemikirannya, maka itu mempunyai nilai "kebenaran relative" yang naik nilainya.

    ReplyDelete
  2. Menurut saya, jangan terlalu cepat meemvonist tentang hadist hadist. Secara ilmu musthala hadist, ada proses, bagaimana hadist itu di filter dan dipilah oleh para perawi, dilihat teks nya, dilihat sanad nya, nashnya. Kemudian dikategorikan menjadi hadist mutawatir, ahad (sahih, hasan, dhaif). Apa yang didengar oleh pendengar pertama (sahabat) itulah yang mereka pahami dari Rasulullah. Allah memberikan informasi ke Rasulullah, tentunya dengan bahasa mereka saat itu. Tidak mungkin di sebutkan bahasa bahasa istilah ilmu pengetahuan sekarang, jadi digunakan bahasa bahasa yang mampu mereka kira kira pahami. Berbeda antara Quran dan hadist, Quran seluruh ayatnya dihafal atau ada yang ditulis langsung, mengerti atau mengerti itu yang diterima. Sedangkan hadist, adalah perkataan, tindakan rasulullah. Sahabat memahami hadist seperti seorang murid yang mendengarkan penjelasan Rasulullah.

    ReplyDelete
  3. Banyak ayat ayat al-quran bersifat mukjizat. Secara penulisan kata, adanya "rasm", adanya penulisan kata dan kalimat yang diluar kaidah nahwu shorof, itu dimaknai suatu "keindahan", mukjizat" alquran itu sendiri. Bisa diterjemahkan ada suatu informasi tersembunyi yang belum bisa kita pahami, atau disebut sebagai ayat ayat mutasyabihat. Kelak para ulil albab, atau orang yang mempunyai pengetahuan, atau pengetahuan kita sudah mampu, maka terkuak ah mukjizat tersebut

    ReplyDelete
  4. Di kisah dhulqarnain, yajuj majuj yang ada di surat al-kahfi dan di surat al-anbiyaa, banyak sekali ayat ayat dengan penggunaan kata yang sangat menarik, selain penggunaan "rasm". Tercatat kata " bayna saddayn", "radm", dan juga yang anda tulis yaitu "ainun hamiat". Sah sah saja kalau di artikel ini anda menterjemahkan nya sebagai mata air. Tapi kata ainun sendiri sebenarnya berbentuk masdhar, atau diterjemahkan "penglihatan". Hamiat adalah lumpur hitam. Jadi ayat tersebut menjelaskan bahwa dhulqarnain mendapati matahari meninggalkan (ta'riba)dalam penglihatannya seperti di lumpur Atau semacam apalah .. saya sendiri masih bingung dengan kalimat itu, bisa jadi matahari terlihat tembus dari celah celah lumpur hitam, atau diatas lumpur hitam. Wallahu Alam bi showab .. butuh penelitian lebih jauh lagi

    ReplyDelete
  5. "Bayna saddayn". Bayna adalah celah, diantara, ruang kosong diantara. Sedangkan Saddyan, berasal dari kata "Sadda" atau "saddun", Dari terjemahan kata aslinya bisa dibilang obstacle, dinding, tembok, partisi. Jadi kata Saddayn adalah bentuk muannast (dual) dari kata "Saddun", bisa dual partisi. Apakah horizontal atau vertical?, bisa saja. Kalau diibaratkan portal gate, bisa juga. Kalau diibaratkan suatu lubang gua, bisa juga. Karena defenisi kata "radm" lebih tepat dalam arti penutup, bukan dinding. Bisa diibaratkan penutup sesuatu di Tanah, atau menimbun. Nah, cari sendiri lah kira kira apa itu. Wallhau Alam bi showab. Tapi klo saya berkesimpulan dengan apa yang ada di pemikiran saya. Baik di ayat quran dan semua hadist hadist itu malah jadi bertalian loh. Nah silahkan cari sendiri, temukan pendapat yang lebih naik lagi tingkat kebenarannya, sehingga bisa sama apa yang dimaksud ayat al-quran tsb yang mempunyai derajat "kebenaran mutlak"

    ReplyDelete
  6. Kenapa di ayat ayat tersebut, Allah memberikan gambaran termpat tersebut dengan ciri tersebut? Pasti ada maksudnya. Secara logika, dhulqarnain tidaklah hanya beberapa jam saja di tempat tersebut, tentunya bisa berhari hari dan mungkin berminggu minggu disana. Secara logika, ia melakukan sesuatu pada makhluk penduduk disana, kecil kemungkinan ia hanya beberapa jam saja. Jadi tempat yang mempunyai ciri khas penanda dengan penglihatan dhulqarnain yang melihat matahari dengan matanya dalam penglihatan "ainun hamiat" itulah jadi ciri khas tempat dimaksud. Secara logika, apakah matahari terbit juga disana, boleh jadi. maghriba, bukan selalu berarti barat, ia tempat dimana matahari meninggalkan atau pergi. Adakah tempat dibumi yang matahari seolah olah pergi meninggalkan? Untuk berapa lama? Jawabnya ada, didaerah yang dekat lingkar lingkar kutub. Apakah tempat ini bisa dimasukkan juga dengan apa yang dimaksud oleh ayat tersebut? Sah sah saja. Wallahu alam bi showab

    ReplyDelete